JAKARTA – Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria meminta Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) untuk memperkuat kualitas insan pencipta dalam mendorong perubahan.
“Itu penting sekali karena mentalitas sebagai pencipta perlu didorong untuk menjadi pemimpin perubahan,” kata Arif Satria di Jakarta, Jumat malam.
Hal itu disampaikan Arif pada kegiatan buka puasa bersama yang dilaksanakan Majelia Nasional KAHMI di kediaman Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
“KAHMI harus kembali ke khitah untuk membantu membangun kualitas kader HMI sebagai insan pencipta dan pengabdi,” jelasnya.
Arif mengutip kembali tujuan dari HMI yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah Swt.
“Tujuan HMI itu sangat bagus sekali, soal mentalitas sebagai pencipta untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang diridai Allah Swt.,” katanya.
Menurut dia, yang harus diperkuat adalah future practice atau sebagai pemimpin, bukan best practice atau sebagai pengikut. “Karena kalau menjadi pengikut, selamanya kita akan tertinggal dari orang lain,” ujarnya seperti ditulis Antara.
Ia berharap kader HMI dapat memiliki mental sebagai pencipta sehingga bisa menjadi pemimpin pada masa depan. “Pilihannya mau jadi pemimpin atau jadi pengikut,” katanya.
Presidium Majelis Nasional KAHMI Abdullah Puteh mengatakan, proses pengkaderan di HMI terus dilakukan. “Peran kita selalu mencoba, bagaimana adik-adik HMI dapat menjalankan program pendidikan pengkaderan, menerapkan ilmu-ilmu kepemimpinan dan pengetahuan agama,” katanya.
Abdullah mengatakan lebih lanjut, kegiatan itu untuk membangun silaturahim agar kekeluargaan selalu ada, sehingga menjadi satu kekuatan yang ada, untuk menuju satu tujuan bersama.
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, sebagai alumni HMI berkewajiban untuk ikut berperan serta. “Ketika diminta untuk menyediakan tempat, saya siapkan tempat. Ini luar biasa, sebagai sarana silaturahim, karena sebagian besar jarang berjumpa,” katanya. [SP-3]