Dari Lemon Jadi Sociopreneur yang Go International
HA IPB – Muhammad Nafis Rahman, founder PT Pandawa Agroniaga Lestari, merupakan lulusan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB University angkatan masuk tahun 2009. Putra pertama dari empat bersaudara pasangan Drs Fathurrahman dan Faiqoturrahmah ini sukses merintis dan menjalankan usaha olahan lemon dengan merk Hikari Lemon. Produk Hikari Lemon ini merupakan usaha industri rumahan yang mampu memproduksi 500 hingga 1.000 botol per hari dengan kemasan 500 ml.
Pemasaran produk Hikari Lemon ini tidak saja di wilayah Lampung, tapi sampai di pulau Jawa (Jabodetabek) dan Sumatera yakni Aceh dan Sumatera Barat. Nafis sudah mengekspor produk Hikari Lemon dan komoditas lemon, maggot, kepiting bakau, dan lada ke manca negara.
Menjadi petani milenial, Nafis Rahman mengelola lahan pertanian lemon hingga 5 ha. Ia pun menjadi pembina untuk lebih dari seribu petani di 3 kabupaten di Lampung Tanggamus, Pesisir Barat, Lampung Barat.
Sebelum bergerak di usaha pertanian, pria kelahiran Kacapura Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung pada 25 April 1991 ini pada bangku sekolah lebih memilih untuk menjadi birokrat. Nafis pernah bersekolah di SDN 1 Sidoharjo Pringsewu Lampung dan lulus pada tahun 2003 lalu lanjut SMPN 1 Pringsewu.
Setelah diterima di IPB University, Nafis pun aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Yaitu baik organisasi kemahasiswaan, olahraga maupun kejuaraan penalaran pemikiran di bidang teknologi tepat guna khususnya bidang pertanian.
Di organisasi, Nafis aktif di Himpunan Keprofesian Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai staff Divisi Ristek (HIMATETA) pada tahun 2010-2011. Lalu pada 2011-2012, Nafis diberikan mandat untuk menjadi ketua klub Mesin dan Energi Terbarukan Himateta. Kegiatannya di bidang olahraga dilakukan Nafis. Ia pernah menjadi kontingen catur pada kejuaraan Olimpiade Mahasiswa IPB maupun pertandingan antar departemen.
Nafis juga dikenal aktif melakukan riset-riset di bidang perancangan teknologi tepat guna. Banyaknya kejuaraan teknologi diikutinya. Ia pernah menjadi finalis dan Juara Favorit Nasional pada Mandiri Young Technopreneur Award 2011. Pada 2012 Nafis berhasil menyabet medali emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS XXV) di Yogyakarta kategori Penerapan Teknologi. Ia pernah menjadi juara 1 pada Tanoto Student Research Award 2013.
Di dunia akademik, ia juga pernah menjadi asisten dosen pada beberapa praktikum seperti matakuliah Teknik Mesin Budidaya Pertanian dan Teknik Mesin Irigasi dan Drainase.
Berkat kecerdasannya, Nafis juga memiliki pengetahuan di bidang manajemen lingkungan dengan mengacu pada ISO 140001 dengan sertifikat tahun 2013. Gelar sarjananya diperoleh setelah Nafis mampu memaparkan skripsinya yang berjudul “Modifikasi Sistem Penyemprotan untuk Pengendalian Gulma Menggunakan Sprayer Gendong Elektrik”.
Selepas lulus dari IPB, atas arahan orang tuanya, dia berputar haluan kembali masuk ke dunia profesional. Dari situ, dia menceritakan perjalanan merintis usahanya hingga mengekspor produk ke luar negeri. Kisah pengusaha yang membuat olahan dari lemon ini bermula dari melihat permasalahan di desa-desa terpencil di Lampung.
Kala itu, ia dan kedua rekannya melihat banyaknya lemon tidak terolah dengan baik. Menurut pria yang berusia 33 tahun itu, saat memulai bisnis sekitar tahun 2014-2015, lemon tidak laku sama sekali di desa.
Nafis di awal merintis usaha membeli lemon dari petani, tapi saat dijual kembali tidak laku, dan dia bagikan secara gratis.“Dengan menggratiskannya, tujuannya agar lemon tersebut bisa dikenal oleh warga daerah Lampung dan luar Lampung seperti Sumatera Selatan,” ujar dia. Selama proses tersebut Nafis memakai tabungan hingga aset lain miliknya sebagai modal.
Kemudian, tahun 2017 mulai melakukan riset produk olahan lemon. Karena, jika dipasarkan dalam bentuk fresh banyak risiko rusak. Salah satu hasil riset adalah sari lemon, tapi mengalami kendala karena dia harus mengenalkan olahan tersebut, termasuk manfaatnya.
Sejak itu masyarakat mulai mengenal sari lemon, dan kegiatan industri Nafis berkembang dibantu temannya dari IPB, himpunan alumni IPB, dan beberapa organisasi besar kemahasiswaan. “Semangat bisnis kita adalah pemberdayaan petani. Jika petani menjual lemonnya kepada tengkulak dengan harga sangat murah, kasihan petani,” ungkap Nafis. Dari sanalah Nafis mengambil peluang mengakomodir petani lemon ini untuk diolah menjadi produk olahan dengan harga yang lebih tinggi.
Kemudian pada 2019-2020, hanya dengan lemon, dia bisa melakukan inovasi produk, diawali dengan sari lemon, memunculkan olahan lain seperti sirup, lemon dehydrate atau lemon celup, selai, sampai ada krispi lemon dari kulitnya. Nafis memasarkan produknya melalui situs jual beli nasional dan ekspor yang dilirik oleh salah satu perusahaan asal Jepang.
“Alhamdulillah setelah itu ada kunjungan dari Jepang dari salah satu perwakilan perusahaan untuk penjajakan, dan ada permintaan walaupun tidak banyak tapi rutin,” tuturnya. Selain Jepang, sari lemonnya juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti Mesir dan Mesir.
Sementara produk lemon dehydrate sudah masuk ke pasar Singapura. “Ternyata permintaan pasarnya luar biasa, ada dari cafe-cafe terus beberapa pengguna lemon itu banyak yang berminat,” ujarnya.
Hingga saat ini, Nafis bermitra dengan beberapa petani dan pemilik lahan seluas antara 1.000-1.500 hektare di beberapa wilayah dampingannya. Mulai dari wilayah Lampung, ada di Kabupaten Tanggamus, Pesisir Barat, Lampung Barat, dan Pringsewu. Selain untuk budidaya lemon, di lahan itu juga Nafis mengembangkan produk pertanian lainnya.
Menurut dia prospek dari kegiatan usahanya cukup baik, karena dari produk pertanian yang belum memiliki nilai ekonomi tinggi, bisa diolah di desa itu sendiri. “Kita olah tidak jauh dari tempat produksinya dan pakai tenaga kerja lokal, itu mengurangi laju urbanisasi dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat di desa,” ucap dia.
Harga beli lemon tadinya hanya Rp1.000, lalu meningkat menjadi Rp1.500 sampai Rp2.000, tapi kata Nafis, dia bisa membeli lebih dari harga itu. Ada kenaikan 30-50 persen dari yang sebelumnya dipasarkan secara fresh, kecuali hasil sortir yang kualitasnya bagus, sementara yang kualitasnya sedang itu diolah.
Dan untuk membekali para petaninya, dia membuat Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) yang dinamani Agro Persada Nusantara. Lokasi itu menjadi tempat anak-anak muda desa untuk berlatih, termasuk magang, perekrutan kerja, pendampingan, salah satu yang berjalan adalah untuk agen digital marketing.
Bahkan, pada 28 Juli-8 Agustus 2022 lalu juga tempat pelatihan itu digunakan sebagai program magang dari pemerintahh bernama Integrated Participatory Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP), yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian melalui Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung.
“Jadi kami sekarang sudah mulai menjalin kerja sama khususnya di bidang agro industri tingkat desa, itu dari Aceh sampai Lampung, dan kita membentuk jaringan pertanian Sumatera,” ujar Nafis.
Saat ini omset dari usaha yang dijalanininya bisa mencapai Rp200 juta sampai Rp300 juta per bulannya dengan puluhan karyawan dan ratusan mitra petani. Sementara untuk keuntungan bersihnya, hanya sekitar 10 persennya. [H-6]