Bayu Aji Pangestu

Produk Sehat dan Terjamin, Usaha Melesat

HA IPB – Kesejahteraan hewan (animal welfare) merupakan prinsip kesejahteraan dan aspek yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan dan pemanfaatan hewan. Penerapan animal welfare tidak hanya pada hewan kesayangan saja, namun juga sudah menjadi suatu kebutuhan bagi pemelihara ternak produksi. Demikian juga prinsip yang dilakukan oleh Smartkandang.

Hewan peliharaan harus mendapat aspek kebebasan, yaitu bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, celaka dan penyakit, bebas mengekspresikan tingkah laku yang normal dan bebas dari rasa ketakutan dan stress.

Start up yang dirintis Bayu Aji Pangestu pada 2018 ini tidak hanya menyediakan daging ayam karkas dari ternak produksinya. Smartkandang juga bahkan sudah menjadi farm animal welfare Indonesia yang pertama di Indonesia.

“Tujuan mendirikan SmartKandang sendiri tak lain karena kita ingin menghadirkan daging karkas yang kita sudah awasi dalam proses pembiakannya agar proses pembiakan sesuai dengan asas animal walfare,” ungkap alumni Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB University yang lulus pada 2021 lalu.

Bekerja sama dengan para peternak ayam lokal di wilayah Bogor, Tangerang, Bandung bahkan hingga Semarang, Banyuwangi, dan Yogyakarta kini valuasi volume penjualan bulanan komiditas di Smartkandang rata-rata bisa mencapai angka 8,1-8,5 ton per bulan untuk memenuhi suplai ke berbagai pelaku usaha horeka dan industri besar.

Sementara, kapasitas kandangnya kini sudah bisa mencapai produksi lebih dari 80 ribu ekor. Kandang utamanya di Tasikmalaya. Selain itu, kandang produksinya juga dibangun dengan pola kemitraan bersama petani sekitar di Bogor, Jakarta, Semarang, Yogyakarta hingga Banyuwangi. “Untuk kandang utama ada di Tasikmalaya, selain ada juga mitra plasma dengan peternak lokal seperti yang ada di Cijeruk, Bogor,” jelasnya.

Merintis usaha sambil menjalankan prinsip animal walfare memang belum sepenuhnya berlangsung di banyak peternakan produksi di Indonesia. Kualitas kerap terabaikan misal pedagang menjajakan daging ayam secara terbuka sehingga sangat rawan terkontaminasi bakteri, debu, dan polusi. Beberapa peternak juga mengabaikan kesejahteraan hewan sejak pembibitan hingga pemotongan.

“Sebab itulah, Smartkandang dibangun dengan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) dan analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (hazard analysis and critical control points—HACCP). Analisis itu mulai dari pembibitan hingga pemotongan ayam untuk menjamin keseragaman standar kualitas produk. Bisa jadi kami yang pertama kali menjalankan farm animal walfare di Indonesia,” jelasnya.

Relawan

Langkahnya tak hanya sampai disana. Pada tahun 2020, Bayu mendirikan Farm Animal Welfare Indonesia Watch, kumpulan relawan pertama di Indonesia yang melakukan sosialisasi pentingnya perlakuan prinsip animal welfare. “Kami memiliki impian dan harapan agar para peternak lokal baik itu di kota, desa hingga seluruh pelosok daerah di Indonesia bisa ikut menerapkan asas animal welfare dengan konsisten dan benar,” tegas Bayu. Organisasi itu kini sudah memiliki 175 orang anggota relawan yang tersebar di Indonesia dari kalangan akademik maupun non akademik.

Sejak masih bersekolah di SMAN 1 Tamansari Ciapus, Bogor, Bayu memang sudah jeli mengintip peluang usaha. Jelang masuk kuliah dan diterima di IPB University ia mulai mengawali bisnisnya dengan menabung dari uang jajan saat masih duduk di bangku SMA. Bayu melihat peluang bisnis ayam potong.

“Saya perhatikan belum banyak yang berjualan ayam potong di platform online, padahal bisa meraih lebih banyak konsumen. Oleh karena itu, saya coba untuk mengembangkan situs web dan aplikasi gawai khusus penjualan ayam potong dengan membuat rintisan star up Smartkandang,” ungkap lelaki kelahiran Subang, 28 November 1999 itu.

Di awal usahanya, hanya dalam setahun modal itu berbiak menjadi penghasilan bersih rata-rata Rp 6 juta per bulan. Bahkan, sebelum pandemi korona penghasilan bersih Bayu mencapai Rp 23 juta per bulan. Tak disangka, setelah fokus berbisnis daging ayam potong melalui platform Smartkandang, permintaan pasar semakin tinggi. Hal itu meneguhkan Bayu untuk mengembangkan bisnisnya. Selain merintis kandang sendiri, ia juga bermitra dengan peternak-peternak lain yang saat itu tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Ketika mengawali bisnis pada 2018, Bayu awalnya hanya memasok 1.200 karkas ayam per bulan. Pada Januari 2020 ia memasok 5.500 karkas per bulan. Bayu menjual karkas berbobot rata-rata 1 kg hanya Rp35.000 per ekor. Artinya omzet pemuda itu Rp192 juta per bulan jika kemampuan pasok 5.500 ekor. Kapasitas maksimal Smartkandang kemudian bisa melayani 50.000 ayam per hari.

Bayu hanya menjual daging ayam potong segar, bukan beku, dan berkualitas tinggi dan harganya sama seperti di pasar, bahkan terkadang bisa lebih murah jika sedang ada promo. Selain ada promo yang menggiurkan, Smartkandang juga tidak mengenakan biaya pengiriman tambahan. Konsumen hanya membayar harga bersih tanpa ongkos kirim.

“Kendala maupun tantangan menjalankan Smartkandang utamanya pada naik-turunnya kondisi pasar dalam penyediaan komoditas daging ayam. Akibatnya harga jual di pasaran kadang melonjak. Namun Smartkandang senantiasa menghadirkan produk daging ayam dengan harga yang lebih terjangkau dari harga pasar,” terang Bayu yang ketika mahasiswa sempat mewakili kampus IPB University dalam Future Leader Summit 2018 di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Bayu mengaku, ia seringkali memangkas keuntungan agar pasar memperoleh daging ayam yang terjamin sehat. “Walaupun memotong keuntungan yang cukup besar namun sejatinya kami ingin menyediakan daging ayam berkualitas dengan harga terjangkau dan berkualitas untuk keluarga Indonesia,” tegas Bayu.

Meski begitu, omzet Smartkandang sebelum pandemi korona Rp300 juta per bulan, sedangkan valuasi usaha Smart Kandang ditaksir Rp500 juta. Bayu mengatakan, “Dengan penghasilan dari Smart Kandang saya sudah bisa membiayai hidup saya sendiri, bahkan mengembangkan usaha dan membangun usaha lainnya,” ujar putra kebanggaan dari pasangan Sartono dan Sri Lestari ini.

Keinginannya menghadirkan produk pertanian yang sehat juga diwujudkannya dengan mendirikan usaha Beras Sahalam. Beras Sahalam adalah beras organik yang proses pascapanennya menggunakan teknologi. Beras ini juga tidak menggunakan campuran bahan kimia seperti pemutih maupun pengawet.

“Ini yang membuat Beras Sahalam aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang dewasa. Beras Sahalam memiliki standar kualitas premium dan harga yang terjangkau, yakni hanya Rp 55 ribu per lima kilogram. Tekstur nasi yang dihasilkan pulen dan wangi,” ujarnya.

Tidak hanya itu, melalui Beras Sahalam, Bayu juga ingin menciptakan sistem kemitraan agar peluang yang ada bisa dirasakan oleh pengusaha kecil dan para petani lokal.  Beras Sahalam sudah banyak beredar di pasaran. Sebab dalam penjualannya, Bayu bermitra dengan toko penjual beras yang kebanyakan berlokasi di Bogor, Depok, dan Jakarta. [H-3]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *